Selasa, 17 Mei 2011

Tips Mengelola Ide Penelitian

Sebagai taruna/ mahasiswa dan juga seorang akademis, tidak bisa terlepas dari penelitian atau riset. SEkolah Tinggi Penerbangan Indonesia sebagai kampus akademis juga harus mengutamakan penelitian dan riset. Namun
Sebenarnya mahasiswa juga harus dituntut untuk melakukan penelitian, misalnya penelititan yang wajib dilakukan yaitu tugas suatu mata kuliah, kerja praktek, dan tugas akhir. Selain itu kita bisa mengajukan penelitian untuk meningkatkan prestasi kita sebagai seorang akademis misalnya melalui PKM Dikti, PKM Mawa, dan lomba-lomba penelitian lainnya.
Ketika kita ingin membuat suatu penelitian dan riset, kita sering mempunyai kendala dalam menciptakan ide dan konsep. Saya rasa itu kendala bagi sebagaian mahasiswa. Kita merasa sering bingung ingin melakukan penelitian tentang sesuatu hal, walaupun kita sudah diberi tema penelitian. Kita merasa takut untuk mengungkapkan suatu ide. Jangan-jangan ide saya ini sudah digunakan untuk penelitian orang lain, jangan-jangan penelitian ini mempunyai banyak kendala ke depannya, jangan-jangan nantinya ide saya ini ditolak. Buang saja ketakutan anda.
Bagi yang ingin melakukan penelitian dan riset, ada beberapa langkah yang saya lakukan untuk memunculkan ide sehingga menghasilkan suatu karya penelitian. Biasa yang saya lakukan yaitu :
1. Buatlah tema atau topik yang anda sukai. Ini merupakan hal yang paling utama karena jika penelitian yang anda lakukan dan anda tidak suka didalamnya pasti banyak mengalami kendala. Selain itu jika anda sudah tidak suka terlebih dahulu maka rasa minat dan keingintahuan anda semakin berkurang.
2. Perbanyaklah referensi dan wawasan mengenai tema atau topik yang anda buat. Adapun langkahnya bisa melalui membaca jurnal, referensi, membaca ilmu teori dan penunjang lainnya.
3. Lakukanlah diskusi, brainstorming, Focus grup discussion dengan dosen atau teman anda mengenai topik yang anda buat. Pasti anda akan mendapatkan masukan-masukan yang bermanfaat untuk penelitian anda.
4. Jika kadang tema anda sudah banyak yang melakukan penelitian. Buatlah sudut pandang penelitian yang berbeda. Misalnya anda meneliti tentang perancangan sebuah meja komputer, padahal yang meneliti di bidang ini sudah banyak. Anda tinggal membuat sudut pandang penelitian perancangan meja komputer bagi penyandangan cacat misalnya. Atau tinggal melakukan memandang dari segi ekonomi, segi biaya dan lain-lain.
5. Selain itu banyak metode untuk mendapatkan ide penelitian. Misalnya dengan menggunakan metode ATM amati- tiru- modifikasi. Kita bisa melakukan metode penelitian orang lain tapi menggukan contoh kasus yang berbeda. Misalnya di perusahaan lain atau dengan subjek yang lainnya.
Itu beberapa langkah yang saya lakukan untuk mendapatkan ide penelitian. Mungkin anda punya teknik sendiri yang dilakukan untuk menghasilkan ide penelitian.

GAP ANALYSIS


Gap analysis
Gap Analysis is all about evaluating and improving business performance. In the research, gap analysis is the study of the differences between two different systems or applications, often for the purpose of determining how to get from one state to a new state. A gap is sometimes spoken of as "the space between where we are and where we want to be." Gap analysis is undertaken as a means of bridging that space.
A gap analysis may include the following steps:
1. Review System
Review of the current information system or application in order to understand the processing, features or system currently in place.
2. Develop Requirements
Development of the requirements needed by the 'new system'. This may be in the form of a strategic objective that the organisation wishes to implement. This strategic objective may allow the organisation to increase their competitive advantages, or improve the technology and efficiency of their practices and procedures.
The proposed system may include:
• Restructuring the current system in order to become compliant with a new system standard or organisation requirement
• Updating the hardware of the system. For example, the current hardware may be outdated, inefficient and unable to handle the capacity needs of the organisation.
• Updating the software of the system. The applications used by the organisation may not have the functionality required. There may be a newer version of the software that incorporates added features and is a 'better fit' for the organisation's requirements.
• Restructuring of documents, files or information so that it is more accessible.
• An e-commerce website that enables customers to purchase products online.
• New technology may become available, ie, a new invention, or reduction in price of a product to be more affordable for the organisation. This 'new technology' may enable the organisation to improve efficiency or productivity.
• Creating new applications for use by the organisation. For example, a new database may need to be created to contain all of the organisation's data.
3. Comparison
A comparison of the current element of the system and the new system requirements or objectives will give an idea of whether a 'gap' exists. If there is a gap there will be discrepancies between what the organisation wants and what they already have in place.
The gap analysis allows us to discover how to get from one state to a new state. This comparison may take the form of a 'Gap - Yes/No' column , to identify where the gaps exist for each element.
4. Implications
Implications of introducing the item being evaluated. The risks and impacts of introducing/ implementing the item. More information regarding this step is contained in the resource Develop Action Plans.
5. Recommendations
The last step in the gap analysis is to make recommendations to identify the items or solutions needed to 'fill' the gap, if a gap exists. More information regarding this step is contained in resource Develop Action Plans.
Limited Gap Analysis Template
The template shown below, is another example of a gap analysis template. This is the template that will be followed hereon in. This template can be used to record the information gathered from the gap analysis. This is expanded further in the resource Develop Action Plans.
Example: Another Gap Analysis Table
Objectives
Test/ check/ evaluate/ confirm a specified condition or situation.
Findings
The results of performing the test/ check/ evaluation/ confirmation
An example of a gap analysis following the format of the template in Example 2 above can be found in Compare Information related to current operational practices previously.
Summary
Gap analysis allows the organisation to compare an 'as is' scenario with a desired 'future state'. Gap analysis generally follows 5 steps: reviewing a current as is system; determining requirements of the proposed future state system and comparing these two states in order to determine the implications and requirements involved in getting from one state as is, to the other future state.

Penyusunan Kerangka Teori Penelitian

Setelah masalah penelitian berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis yang didasarkan dari kajian mendalam teori-teori yang relevan dengan variabel-variabel penelitian. Agar sebuah kerangka teoretis meyakinkan maka argumentasi yang disusun dalam teori-teori yang dipergunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan terbaru.
Disamping itu, kerangka teori juga dapat dilakukan melalui pengkajian hasil-hasil penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti lainnya. Hasil penelitian orang lain yang relevan dijadikan titik tolak penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan, revisi, modifikasi, dan sebagainya. Berdasarkan kajian teoretis dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka tahap berikutnya peneliti menyusun kerangka berpikir yang mengarahkan perumusan hipotesis.
Dengan demikian produk akhir dari proses pengkajian kerangka teoretis adalah perumusan hipotesis.
Secara ringkas, langkah penyusunan kerangka teoretis dan pengajuan hipotesis dapat dibagi ke dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
• Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis.
• Pembasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan.
• Penyusunan kerangka berpikir dengan mempergunakan premis-premis sebagaimana yang terkandung dalam teori dan hasil penelitian tersebut dengan menyatakan secara tersurat pernyataan, postulat, asumsi, dan prinsip yang dipergunakan.
• Perumusan hipotesis.

Menulis Latar Belakang Penelitian

Latar Belakang Penelitian merupakan kunci dari sebuah proposal penelitian. Karena logika penelitian dilakukan berdasar adanya fenomena problematik yang harus diatasi. Sehingga latarbelakang harus menunjukkan sistematika yang menjurus ke arah pemilihan suatu masalah tertentu. Masalah tersebut tentunya yang penting dan menarik untuk dilakukan penelitian. Pada tahap ini, peneliti sudah dapat mengidentifikasi awal permasalahan utamanya serta faktor-faktor utama yang menjadi penyebabnya.
Teknik penulisan Latar Belakang Penelitian dalam penelitian dimulai dari pengungkapan secara sistematis deskripsi masalah secara makro pada tingkat global menuju permasalahan yang bersifat mikro yang terjadi di lokasi penelitian.
Unsur pokok yang harus ada dalam penulisan Latar Belakang Penelitian adalah perlunya menonjolkan bahwa masalah itu sangat penting untuk diatasi dan menarik untuk diteliti. Sehingga fenomena problematika yang akan kita bahas menunjukkan tingkat seriousness of the problem. Tingkat keseriusan masalah ini dapat dilihat dari aspek kegawatan karena sifatnya dapat mengancam jiwa, luasnya wilayah yang terkena dampak masalah, aspek teknologi atau aspek kecemasan yang menimpa pada masyarakat. Aspek ini tentunya harus didukung data pendukung yang meyakinkan. Untuk keperluan data, maka sumber-sumber pustaka seperti jurnal ilmiah, laporan penelitian, publikasi pemerintah sangatlah penting.
Masalah yang sering dijumpai, pada awal-awal penulisan Latar Belakang Penelitian adalah awal yang terlalu lebar dan tidak terstruktur. Meskipun konsep pembahasan dalam Latar Belakang Penelitian itu mengikuti pola piramida terbalik, namun awal yang terlalu lebar menyebabkan kita dapat kehilangan fokus. Dengan pembahasan secara terstruktur mengikuti pola tersebut, memungkinkan kita memperoleh akhir yang mengerucut pada suatu masalah utama.

Teori Antrian

Teori antrian adalah teori yang menyangkut studi matematis dari antrian -antrian atau baris-baris penungguan. Fenomena menunggu adalah hasil langsung dari keacakan dalam operasi sarana pelayanan secara umum, kedatangan pelangan dan waktu pelayanan tidak diketahui sebelumnya karena jika bisa diketahui, pengoperasian sarana tersebut dapat dijadwalkan sedemikian rupa sehingga akan sepenuhnya menghilangkan keharusan untuk menunggu.
Tujuan mempelajari pengoprasian sebuah sarana pelayanan dalam kondisi acak dalah untuk memperoleh beberapa karakteristik yang mengukur kinerja sistem yang sedang dipelajari. Dalam model antrian, interaksi antara pelanggan dan pelayan adalah berkaitan dengan periode waktu yang diperoleh pelanggan untuk menyelesaikan sebuah pelayanan, dalam antrian kedatangan pelanggan umumnya disebut sebagai distribusi kedatangan (arrival distribution) dan distribusi waktu pelayanan (service time distribution).
Contoh-contoh kasus antrian :
1. Para pembelanja yang berdiri didepan kounter di supermarket.
2. Mobil-mobil yang menunggu di lampu merah.
3. Pasien yang menunggu diklinik rawat jalan.
4. Pesawat yang menunggu lepas landas dibandara udara.
5. mesin-mesin rusak yang menunggu untuk diperbaiki oleh petugas perbaikan mesin.
6. Surat yang menunggu diketik oleh seorang sekretaris.
7. Program yang menunggu untuk diproses oleh komputer digital.
Faktor-faktor penting dalam pengembangan model antrian :
1. Cara memilih pelanggan dari antrian untuk memulai pelayanan
• FCFS ( first come first served)
• LCFS ( last come first served)
• SIRO ( served in random order)
2. Berkaitan dengan rancangan sarana dan pelaksanaan pelayanan
• Parralel served
• Serial served
• Random served
3.Berkaitan dengan rancangan sarana tersebut dan pelaksanaan pelayanan.
4. Berkaitan dengan ukuran antrian yang diijinkan.
5. Berkaitan dengan sifat sumber yang meminta pelayanan.
Unsur-unsur dasar model antrian bergantung pada faktor-faktor berikut:
1. Distribusi kedatangan (kedatangan tunggal atau kelompok).
2. Distribusi waktu pelayanan (pelayanan tunggal atau kelompok).
3. Rancangan sarana pelayanan (stasiun serial, paralel atau jaringan).
4. Peraturan pelayanan (FCFS, LCFS, SIRO) dan prioritas utama.
5. Ukuran antrian (terhingga atau tidak hingga).
6. Sumber pemanggilan (terhingga atau tidak terhingga).
7. Perilaku manusia (perpindahan, penolakan atau pembatalan).

Pemodelan dan Simulasi Sistem

Sistem adalah kumpulan obyek yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan logis dalam suatu lingkungan yang kompleks. Obyek yang menjadi komponen dari sistem dapat berupa obyek terkecil dan bisa juga berupa sub-sistem atau sistem yang lebih kecil lagi. Dalam definisi ini disertakan elemen lingkungan karena lingkungan sistem memberikan peran yang sangat penting terhadap perilaku sistem itu. Bagaimana komponen-komponen sistem itu berinteraksi, hal itu adalah dalam rangka mengantisipasi lingkungan.
Mengamati sistem bukan hanya mendefinisikan komponen-komponen pendukung sistem, tetapi lebih dari dari itu harus pula mengetahui perilaku dan variabel-variabel yang ada di dalamnya. Paling tidak analisis terhadap sistem harus dapat membuat konsepsi tentang sistem itu. Ada beberapa cara untuk dapat merancang, menganalisis dan mengoperasikan suatu sistem. Salah satunya adalah dengan melakukan pemodelan, membuat model dari sistem tersebut.
Model adalah alat yang sangat berguna untuk menganalisis maupun merancang sistem. Sebagai alat komunikasi yang sangat efisien, model dapat menunjukkan bagaimana suatu operasi bekerja dan mampu merangsang untuk berpikir bagaimana meningkatkan atau memperbaikinya. Model didefinisikan sebagai suatu deskripsi logis tentang bagaimana sistem bekerja atau komponen-komponen berinteraksi. Dengan membuat model dari suatu sistem maka diharapkan dapat lebih mudah untuk melakukan analisis. Hal ini merupakan prinsip pemodelan, yaitu bahwa pemodelan bertujuan untuk mempermudah analisis dan pengembangannya. Melakukan pemodelan adalah suatu cara untuk mempelajari sistem dan model itu sendiri dan juga bermacam-macam perbedaan perilakunya.
1. Eksperimen dengan sistem aktual vs eksperimen dengan model sistem.
Jika suatu sistem secara fisik memungkinkan dan tidak memakan biaya yang besar untuk dioperasikan sesuai dengan kondisi (scenario) yang kita inginkan maka cara ini merupakan cara yang terbaik karena hasil dari eksperimen ini benar-benar sesuai dengan sistem yang dikaji. Namun sistem seperti itu jarang sekali ada dan penghentian operasi sistem untuk keperluan eksperimen akan memakan biaya yang sangat besar. Selain itu untuk sistem yang belum ada atau sistem yang masih dalam rancangan maka eksperimen dengan sistem aktual jelas tidak bisa dilakukan sehingga satu-satunya cara adalah dengan menggunakan model sebagi representasi dari sistem aktual.
2. Model Fisik vs Model Matematis.
Model fisik mengambil dari sebagian sifat fisik dari hal-hal yang diwakilinya, sehingga menyerupai sistem yang sebenarnya namun dalam skala yang berbeda. Walaupun jarang dipakai, model ini cukup berguna dalam rekayasa sistem. Dalam penelitian, model matematis lebih sering dipakai jika dibandingkan dengan model fisik. Pada model matematis, sistem direpresentasikan sebagai hubungan logika dan hubungan kuantitatif untuk kemudian dimanipulasi supaya dapat dilihat bagaimana sistem bereaksi.
3. Solusi Analitis vs Simulasi.
Setelah model matematis berhasil dirumuskan, model tersebut dipelajari kembali apakah model yang telah dikembangkan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan mempelajari sistem. Jika model yang dibentuk cukup sederhana, maka relasi-relasi matematisnya dapat digunakan untuk mencari solusi analitis. Jika solusi analitis bisa diperoleh dengan cukup mudah dan efisien, maka sebaiknya diigunakan solusi analitis karena metode ini mampu memberikan solusi yang optimal terhadap masalah yang dihadapi.

Klasifikasi Model Simulasi
Pada dasarnya model simulasi dikelompokkan dalam tiga dimensi yaitu [Law and Kelton, 1991] :
a. Model Simulasi Statis dengan Model Simulasi Dinamis.
Model simulasi statis digunakan untuk mempresentasikan sistem pada saat tertentu atau sistem yang tidak terpengaruh oleh perubahan waktu. Sedangkan model simulasi dinamis digunakan jika sistem yang dikaji dipengaruhi oleh perubahan waktu.
b. Model Simulasi Deterministik dengan Model Simulasi Stokastik.
Jika model simulasi yang akan dibentuk tidak mengandung variabel yang bersifat random, maka model simulasi tersebut dikatakan sebagi simulasi deterministik. Pada umumnya sistem yang dimodelkan dalam simulasi mengandung beberapa input yang bersifat random, maka pada sistem seperti ini model simulasi yang dibangun disebut model simulasi stokastik.
c. Model simulasi Kontinu dengan Model Simulasi Diskret.
Untuk mengelompokkan suatu model simulasi apakah diskret atau kontinyu, sangat ditentukan oleh sistem yang dikaji. Suatu sistem dikatakan diskret jika variabel sistem yang mencerminkan status sistem berubah pada titik waktu tertentu, sedangkan sistem dikatakan kontinyu jika perubahan variabel sistem berlangsung secara berkelanjutan seiring dengan perubahan waktu.

Senin, 16 Mei 2011

Statistical Process Control (SPC)

Statistika
Kata statistika memiliki dua macam definisi yang telah diterima secara umum, yaitu :
a. Suatu kumpulan kuantitatif dari satu atau beberapa macam subjek/ kelompok, terutama data yang dikumpulkan dan dikelompokan secara sistematis. Contoh : Statistik suatu pertandingan bola, statistik kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.
b. Suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan, tabulasi, perhitungan, interpretasi, serta penyajian suatu data kuantitatif.

Penggunaan statistika dalam pengendalian kualitas lebih cenderung makna yang kedua. Hal ini dikarenakan dalam pengendalian kualitas terdapat beberapa macam tahapan, seperti : pengumpulan, mentabulasi, menghitung, menginterpretasi, serta menyajikan suatu data kuantitatif. Setiap tahapan sangat bergantung pada ketelitian dan kelengkapan data dari tahapan sebelumnya.
Statistika dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Statistika deduktif (deskriptif), suatu metode statistik untuk menggambarkan dan menganalisa suatu subjek atau kelompok.
b. Statistika induktif, suatu metode statistik yang bertujuan untuk menarik kesimpulan penting dari sekumpulan data (populasi) dengan hanya mengambil sebagian data (sampel). Kesimpulan yang diambil tentunya tidak bersifat mutlak, oleh karenanya seringkali dalam statistika digunakan istilah probaan
Pengendalian Proses
Suatu system produksi merupakan sebuah hirarki dari proses produksi, terdiri dari proses produksi utama yang terurai menjadi subproses masing-masing. Pengendalian proses berfokus pada hasil dan merupakan suatu kombinasi komplek dari proses pengukuran dan perbaikan.
Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan nilai sasaran masing-masing yang ingin dicapai. Secara umum terdapat tiga macam metode pengendalian proses yaitu :
a. Berbasis pelaku, manuasia melakukan pengukuran/pemilihan, pembandingan serta perbaikan sesuai intuisi dengan tujuan/kuantitas pengukuran dan pembandingan yang terbats. Contoh : pengalaman, aturan pagmatis (sesuai kegunaan)
b. Berbasis tujuan, dimana manusia dengan bantuan alat/model analisa matematik/statistic melakukan proses pemilihan/pengukuran, pembandingan maupun perbaikan. Contoh: peta kendali atribut, peta kendali variable
c. Berbasis peralatan, dimana peralatan mekanik, elektromekanik, dan atau elektronik dimanfaatkan untuk melakukan keseluruhan urutan proses pemilihan/pengukuran, pembandingan maupun perbaikan. Contoh: expert system, neural network.
Tujuan utama pengendalian proses adalah untuk secara konsisten melakukan proses produksi yang selalu mendekati target yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan produk yang memenuki spesifikasi, mengurangi atau menghilangkan adanya pengerjaan ulang ataupun cacat produk.
Pengendalian Proses Statistik (SPC)
SPC digunakan untuk menggambarkan model berbasis penarikan sample yang diaplikasikan untuk mengamati aktifitas proses yang saling berkaitan. Meski SPC merupakan alat Bantu yang sangat berguna dalam memastikan apakah proses berada dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun umumnya metode ini tidak dapat menyediakan cara untukmembuat proses tetap dalam batas kendali. Oleh kerena itu dubutuhkan campur tangan manusia untuk menentukan cara yang efektif dan effisien dalam membuat proses tetap stabil.
Kestabilan dan Kemampuan Proses
Kestabilan proses (process stability) berarti ketepatan proses dalam mencapai target yang telah ditentukan. Secara tidak langsung menggambarkan bahwa proses dilakukan dengan baik. Hal ini merepresentasikan keadaan proses yang sedang berlangsung. Sedangkan process capability adalah suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukan hubungan antara hasil proses dengan spesifikasi produk/proses.
Untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka dibutuhkan alat-alat atau metode statistic sebagai alat analisa.
Metode Pengendalian Proses Statistika
Alat Bantu yang paling umum digunakan dalam pengendalian proses statistical adalah peta kendali (control chart). Fungsi peta kendali secara umum adalah :
a. Membantu mengurangi variabilitas produk
b. Memonitor kinerja proses setiap saat
c. Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan
d. Trend dan kondisi di luar kendali dapat diketahui secara cepat.
Peta kendali dibuat secara kontinyu dalam suatu interval keyakinan tertentu, biasanya 3 standar deviasi. Diagram ini memuat 3 macam garis batas yaitu :
a. Batas kendali atas (UCL)
b. Rata-rata kualitas sample
c. Batas kendali bawah (LCL)
Sample yang berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam kendali, sedangkan yang berada diluar rentang tersebut dikatakan diluar kendali. Secara umum peta kendali dapat digolongkan menjadi dua yaitu peta kendali variable dan peta kendali atribut.
Peta Kendali Variable
Peta kendali yang digunakan untuk mengamati jenis data variable adalah peta kendali X – R – S (Shewhart Control Chart). Peta kendali variable memantau tingkat rata-rata kualitas melalui peta kendali X, sedangkan pemantauan variabilitas kualitas dapat menggunakan pengukuran rentang melalui peta kendali R atau pengukuran standar deviasi melalui peta kendali S.
Apabila terdapat sample banyak 1 sampai 10 maka digunakan peta kendali X – R, namun bila sample lebih besar dari 10 maka digunakan peta kendali X – S.
Pada mulanya pengendalian proses statistical hanya digunakan dengan menggunakan peta kendali. Namun demikian dalam perkembangannya pengendalian proses statistical dilakukan dengan menerapkan tujuh metode utama yang umum digunakan (Ishikawa Basic Seven), yaitu diagram sebab-akibat, gafik, histogram, diagram pareto, check sheet, scatter diagram dan peta kendali.

Analisa Hirarki Proses (AHP)

Analytical Hierarchy Process, selanjutnya disebut AHP, merupakan satu model yang fleksibel yang memungkinkan orang per orang atau kelompok untuk membentuk gagasan-gagasan dan membatasi masalah dengan asumsi mereka sendiri dan menghasilkan solusi yang bagi mereka (Saaty L. Thomas, Decision Making for Leaders; The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World, 1988). Metode AHP dikembangkan awal tahun 1970-an oleh Dr. Thomas L. Saaty dan telah digunakan untuk membantu para pembuat keputusan dari berbagai negara dan perusahaan.
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan masalah komplek yang tidak tenstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Kemudian tingkat kepentingan variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti pentingnya secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tentinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Perbedaan antara model AHP dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya Model AHP memakai persepsi manusiayang dianggap ‘ekspert/ahli’ sebagai input utamanya. Kriteria ekspert disini orang yang mengerti benar penmasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Pengukuran hal-hal kualitatif merupakan hal yang sangat penting mengingat makin kompleksnya permasalahan didunia dan tingkat ketidakpastian yang makin tinggi. Selain itu dalam AHP diuji konsistensi penilaiannya. Bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Keuntungan yang diperoleh bila kita memecahkan masalah dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP antara lain:
1. Kesatuan: AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk keanekaragam persoalan tak terstruktur.
2. Kompleksitas: AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks
3. Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketengantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tak memaksakan pemikiran linear.
4. Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk rnemilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
5. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan mewujudkan metode penetapan prioritas.
6. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dan pertimbangan- pertimbangan yang digunakan dalam menggunakan berbagai prioritas.
7. Sintesis : AHP menuntun kesuatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan sistem alternatif.
8. Tawar-menawar : AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
9. Penilai dan konsensus : AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesakan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian.
10. Pengulangan proses : AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan.

Linear Programing

Linear programming adalah teknik matematika yang dirancang untuk membantu pengambil keutusan dalam merencanakan dan membuat keputusan dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan perusahaan.
Linear Programming memiliki empat ciri khusus, yaitu :
1. Penyelesaian masalah mengarah pada pencapaian tujuan maksimisasi atau minimisasi.
2. Kendala yang ada membatasi tingkat pencapaian tujuan
3. Ada beberapa alternatif penyelesaian
4. Hubungan matematis bersifat linier

Untuk membentuk suatu model linear programming perlu diterapkan asumsi-asumsi dasar, yaitu :
1. Linearity
Fungsi obyektif dan kendala haruslah merupakan fungsi linier dan variabel keputusan. Hal ini akan mengakibatkan fungsi bersifat proporsional dan additif, misalnya untuk memproduksi 1 kursi dibutuhkan waktu 5 jam, maka untuk memproduksi 2 kursi dibutuhkan waktu 10 jam.
2. Divisibility
Nilai variabel keputusan dapat berupa bilangan pecahan. Apabila diinginkan solusi berupa bilangan bulat (integer), aka harus digunakan metoda untuk integer programming.
3. Non negativity variable
Nilai variabel keputusan haruslah tidak negatif ( ³ 0)
4. Certainty
Semua konstanta (parameter) diasumsikan mempunyai nilai yang pasti. Bila nilai-nilai parameternya probabilistik, maka harus digunakan formulasi pemrograman masalah stokastik.

Pada umumnya persoalan-persoalan yang dipecahkan dalam linear programming, yaitu :
a. Allocation Problem
Ini merupakan pemecahan dalam alokasi bahan-bahan / barang dalam produksi
b. Blending Problem
Ini merupakan cara pemecahan persoalan dari berbagai bahan campuran yang masing-masing unit dipecahkan dan digabung (blending) untuk menghasilkan output.
c. Persoalan Transportasi
Ini merupakan pemecahan persoalan yang menyangkut adanya unit/barang/pasokan dan lain-lain pada beberapa tempat yang akan dipindahkan ke beberapa tempat lainnya.
d. Persoalan Personil
Ini merupakan penempatan personil sesuai dengan jabatan/tempatnya (assigment problem).

Riset Operasional - short brief

Secara harfiah kata Operation (operasi) dapat didefinisikan sebagai tindakan–tindakan yang diterapkan pada beberapa masalah atau hipotesa. Sedangkan kata Research (Riset) adalah suatu prose yang terorganisasi dalam mencari kebenaran akan masalah atau hipotesa tadi.
Riset Operasi adalah suatu aplikasi dari berbagai metoda ilmiah untuk tujuan penguraian terhadap masala-masalah yang kompleks yang muncul dalam pengarahan dan pengelolaan dari suatu sistem besar (manusia, mesin-mesin, bahan-bahan, dan uang) dalam bidang perindustrian, bisnis, pemerintahan, dan pertahanan.
Pendekatan khusus ini bertujuan membentuk suatu model ilmiah dari sistem, menggabungkan berbagai faktor seperti kesempatan dan resiko, untuk meramalkan dan membandingkan hasil-hasil dari beberapa keputusan, strategi, atau pengawasan. Tujuannya adalah membantu pengambil keputusan menentukan kebijaksanaan dan tindakannya secara ilmiah. (Operation Research Society of Great Britain).
Riset Operasi berkaitan dengan menentukan pilihan secara ilmiah bagaimana merancang dan menjalankan sistem manusia-mesin secara terbaik, biasanya membutuhkan alokasi sumber daya yang langka. (Operation Research Society of America).
Model Dalam Riset Operasional
1. Iconic (Physical) Model
Model iconic adalah suatu penyajian fisik yang tampak seperti aslinya dari suatu sistem nyata dengan skala yang berbeda. Contoh : Mainan anak-anak, Maket, Foto, dan lain-lain.
2. Analogue ( Diagramatic) Model
Model analog lebih abstrak dibanding model iconic, karenatidak kelihatan sama antara model dengan dunia nyata. Contoh : Kurva Permintaan, Peta, Jaringan pipa air, dan lain-lain.
3. Mathematic (Symbolic) Model
Model matematik sifatnya paling abstrak dibandingkan dengan model-model yang lain. Model ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Model deterministik, Model ini dibentuk dalam situasi kepastian (certainty).
- Model Probabilistik, Meliputi kasus-kasus dalam situasi ketidakpastian (uncertainty).

Tahap-Tahap Dalam Riset Operasional
1. Merumuskan Masalah, Meliputi :
- Variabel keputusan (instrument) : unsur-unsur dalam persoalan yang dapat dikendalikan oleh pengambil keputusan.
- Tujuan (objective) : penetapan tujuan membantu pengambil keputusan memusatkan perhatian pada persoalan dan pengaruhnya terhadap organisasi.
- Kendala (constraint) : pembatas-pembatas terhadap alternatif tindakan yang tersedia.
2. Pembentukan Model
3. Mencari Penyelesaian Masalah
4. Validasi Model
5. Penetapan Hasil Akhir

Pustaka Penelitian

Kajian pustaka dan kerangka teori merupakan kerangka acuhan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang menumbuhkan gagasan dan mendasari usulan penelitian. Dasar-dasar usulan penelitian tersebut dapat berasal dari temuan dan hasil penelitian terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian. Sangat penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang cocok dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan.
Dalam pembahasan kajian pustaka dan kerangka teori perlu diungkapkan kerangka acuhan komprehensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian perlu dipecahkan dengan strategi yang dipilih. Kajian teoritik mengenai prosedur yang akan dipakai dalam pengembangan juga dikemukakan.
Kajian pustaka dan kerangka teori dipaparkan dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat.
Dalam penelitian sebuah penelitian, kajian pustaka dan kerangka teori memiliki beberapa fungsi, meliputi; (1) mengetahui sejarah masalah penelitian, (2) membantu memilih prosedur, (3) memahami latar belakang teoritis masalah penelitian, (4) mengetahui manfaat penelitian sebelumnya, (5) menghindari duplikasi, dan (6) memberikan pembenaran pemilihan masalah penelitian.
Kajian pustaka juga digunakan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan diangkat menjadi topik penelitian serta untuk menjelaskan kedudukan masalah dalam tempatnya yang lebih luas. Konstruksi teoritik yang ada dalam kajian pustaka akan memberikan landasan bagi penelitian. Sehingga sumbangan kajian pustaka pada penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Konstruksi Teoritik sebagai Dasar
Penelitian apa pun tidak akan terlepas dari kerangka teori. Penelitian tidaklah berarti tanpa teori sama sekali. Paling tidak sebagai pegangan atau pedoman untuk memberikan asumsi atau postulat, prinsip, teori, konsep, preposisi dan definisi operasional.
2. Konstruksi Teoritik sebagai Tolok Ukur
Dalam penelitian diperlukan perangkat untuk mengontrol baik tidaknya prosedur yang digunakan. Kerangka teori dapat membantu sebagai ukuran patokan (standart atau tolok ukur) yang dimaksud.
3. Konstruksi Teoritik sebagai Sumber Hipotesa
Hipotesa pada umumnya dimunculkan dari kajian teori. Teori-teori yang diragukan akan dicoba dan diuji kembali sehingga terbentuklah hipotesa. Dasar rasional mengapa harus diuji kembali karena pembuktian secara teoritis harus diimbangi dengan pembuktian secara empiris.
Dalam menyusun kajian pustaka perlu usaha untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Kajian pustaka dapat digunakan dengan dua pola; yaitu deduktif dan induktif. Dengan dedukutif kita mulai dari proposisi yang berlaku umum dan memberlakukannya pada keadaan khusus, serta berlaku sebaliknya untuk induktif.
Langka-langkah yang dilakukan dalam penyusunan kajian pustaka; (1) siapkan butir-butir yang perlu dalam mencatat informasi dari pustaka, (2) siapkan sistematika pengumpulan informasi, dan (3) mencari informasi sebanyak-banyaknya dari bahan kepustakaan maupun internet.
Supaya peneliti lebih mudah dalam penyusunan kajian pustaka perlu diperhatikan hal-hal berikut; (1) gunakan masalah penelitian sebagai fokus, (2) buat rencana urutan pencarian dan penulisan, serta (3) menekankan keterkaitan pustaka dengan masalah penelitian

PENELITIAN KUALITATIF

Umum
Menurut Strauss dan Corbin (2003) penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Proses penelitian kualitatif supaya dapat mengahasilkan temuan yang benar-benar bermanfaat memerlukan perhatian yang serius terhadap berbagai hal yang dipandang perlu. Dalam memperbincangkan proses penelitian kualitatif paling tidak tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu kedudukan teori, metodologi penelitian dan desain penelitian kualitatif.

Kedudukan Teori
Dilihat dari aspek aksiologi tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006).
Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung. Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’.
Penelitian kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya dan dapat disusun pada waktu penelitian berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki atau bahkan ditolak
Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substantif dan teori formal (Lexy J. Moleong, 1989 dan Mubyarto, et al, 1984). Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.
Unsur-unsur teori meliputi (a) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya dan (b) hipotesis atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasan serta integrasi. Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasannya (property) adalah aspek atau unsur suatu kategori. Yang perlu ditekankan dalam penelitian kualitatif, bahwa status hipotesis ialah suatu yang disarankan, bukan sesuatu yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya. Jadi, dengan demikian peneliti sejak awal penelitian lapangan akan menjadi aktif menyusun hipotesis dalam rangka pembentukan teori. Keaktifan tersebut mencakup baik penyusunan hipotesis baru maupun verifikasi hipotesis melalui perbandingan antar kelompok.

Pemilihan Metodologi Penelitian
Penelitian kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial. Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga sebenarnya tidak ada metodologi yang khusus. Para periset kualitatif dapat menggunakan semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik. Di sisi yang lain, para periset kualitatif juga menggunakan pendekatan, metode dan teknik-teknik etnometodologi, fenemologi, hermeneutic, feminisme, rhizomatik, dekonstruksionisme, etnografi, wawancara, psikoanalisis, studi budaya, penelitian survai, dan pengamatan melibat (participant observation) (Agus Salim, 2006). Dengan demikian, tidak ada metode atau praktik tertentu yang dianggap unggul, dan tidak ada teknik yang serta merta dapat disingkirkan. Kalau dibandingkan dengan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Feyerabend (dalam Chalmers, 1982) mungkin akan mendekati ketepatan, karena menurutnya metodologi apa saja boleh dipakai asal dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Penggunaan dan arti metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda ini menyulitkan diperolehnya kesepakatan diantara para peneliti mengenai definisi yang mendasar atasnya. Selanjutnya Agus Salim (2006) menyatakan bila suatu definisi harus dibuat bagi pendekatan kebudayaan , maka penelitian kualitatif adalah suatu bidang antardisiplin, lintas disiplin, bahkan kadang-kadang kawasan kontradisiplin.
Di sisi lain, penelitian kualitatif juga melintasi ilmu pengetahuan humaniora, sosial, dan fisika. Hal tersebut berarti penelitian kualitatif memiliki fokus terhadap banyak paradigma. Para praktisinya sangat peka terhadap nilai pendekatan multimetode. Mereka memiliki komitmen terhadap sudut pandang naturalistiuk dan pemahaman intepretatif atas pengalaman manusia. Pada saat yang sama, bidang ini bersifat politis dan dibentuk oleh beragam etika dan posisi politik.
Meskipun penelitian kualitatif bersifat multi metodologi, akan tetapi seperti halnya penelitian kuantitatif perlu mempertimbangkan validitas data.
Menurut Denzin dan Lincoln (1994 dalam Agus Salim, 2006) secara umum penelitian kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi dan pemaparan.

Disain Penelitian Kualitatif
Berbeda dengan penelitian konvensional yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian kualitatif, disain penelitian tidak ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu, menurut Bogdan &Biklen, 1982 dalam Arief Furchan, 1996) fungsi disain tetap sama yaitu digunakan dalam penelitian untuk menunjukkan rencana penelitian tentang bagaimana melangkah maju. Lincoln dan Guba (1985) mengidentifikasi unsur-unsur atau elemen-elemen disain naturalistik sebagai berikut:
Penentuan fokus penelitian (initial focus for inquiry)
Penentuan fokus penelitian dilakukan dengan memilih fokus atau pokok permasalahan yang dipilih untuk diteliti, dan bagaimana memfokuskannya: masalah mula-mula sangat umum, kemudian mendapatkan fokus yang ditujukan kepada hal-hal yang spesifik. Namun, fokus itu masih dapat berubah. Fokus sangat penting sebab tidak ada penelitian tanpa fokus, sedangkan sifat fokus tergantung dari jenis penelitian yang dilaksanakan. Misalnya, untuk penelitian fokusnya adalah masalah, untuk evaluasi fokusnya adalah evaluan, dan untuk analisis kebijakan fokusnya adalah pilihan kebijakan.
Penyesuaian paradigma dengan fokus penelitian.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul dalam penyusunan disain, diantaranya: (a) Apakah fenomena terwakili oleh konstruksi yang ganda dan kompleks (a multiciplicity of complex social contructions)?; (b) sampai di mana tingkatan interaksi antara peneliti-fenomena dan sampai di mana tingkatan ketidakpastian interaksi tersebut yang dihadapkan kepada peneliti ?; (c)sampai di mana tingkatan ketergantungan konteks?; (d) apakah beralasan (reasonable) untuk menyatakan hubungan kausal yang konvensional pada unsur-unsur fenomena yang diamati ataukah hubungan antar gejala itu bersifat mutual simultaneous shipping?; (e) sampai di mana kemungkinan nilai-nilai merupakan hal yang krusial pada hasil (context and time-bound atau context and time-free generalization)?
Penyesuaian paradigma penelitian dengan teori substantif yang dipilih
Kesesuaian acuan teori yang digunakan (kalau ada) dengan sifat sosial yang diacu sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif apabila temuan-temuan dapat memunculkan teori dari bawah (grounded), maka penelitian tersebut dapat dilanjutkan. Teori yang muncul dari bawah ini hendaknya ajeg dengan paradigma metode yang menghasilkan teori tersebut.
Penentuan di mana dan dari siapa data akan dikumpulkan
Dalam penelitian kualitatif tidak ada pengertian populasi, samp[ling juga berbeda tafsirannya dengan metode lainnya. Dalam kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti tentang aspek apa, dari peristiwa pa, dan siapa yang dijadikan focus pada saat dan situasi tertentu.Oleh karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Artinya, tujuan sampling adalah untuk mencakup sebanyak mungkin informasi yang bersifat holistic kontekstual. Dengan kata lain, sampling tidak harus representatif terhadap populasi (penelitian kuantitatif), melainkan representative terhadap informasi holistik. Dalam merencanakan sampling dipertimbangkan langkah-langkah berikut; (a)menyiapkan identifikasi unsure-unsur awal; (b)menyiapkan munculnya sample secara teratur dan purposif; (c)menyiapkan penghalusan atau pemfokusan sample secara terus-menerus; dan (d) menyiapkan penghentian sampling. Sebagai catatan bahwa rencana-rencana tersebut hanya bersifat sementara, sebab tidak ada satupun langkah yang dapat dikembangkan secara sempurna sebelum dimulainya penelitian di lapangan.
Penentuan fase-fase penelitian secara berurutan
Dalam penelitian ditentukan tahap-tahap penelitian, dan bagaimana beranjaknya dari tahap satu ke tahap yang lain dalam proses yang berbentuk siklus. Tahapan-tahapan tersebut memiliki tiga fase pokok: Pertama. Tahap orientasi dengan mendapatkan informasi tentang apa yang penting untuk ditemukan, atau orientasi dan peninjauan. Kedua, tahap eksplorasi dengan menemukan sesuatu secara eksplorasi terfokus, dan ketiga, tahap member check dengan mengecek temuan menurut prosedur yang tepat dan memperoleh laporan akhir.
Penentuan instrumentasi.
Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, melainkan bersifat internal yaitu peneliti sendiri sebagai instrument (human instrument). Bentuk-bentuk lain instrument boleh dipergunakan jika ada. Untuk semua penelitian naturalistic, evaluasi atau analisis kebijakan sangat bermanfaat apabila instrument manusia diorganisasi dalam satu tim, dengan keuntungan-keuntungan dalam hal peran, perspektif nilai, disiplin, strategi, metodologi, cek internal dan saling mendukung.
Perencanaan pengumpulan data
Instrumen manusia yang beroperasi dalam situasi yang tidak ditentukan, di mana peneliti memasuki lapangan yang terbuka, sehingga tidak mengetahui apa yang tidak diketahui. Untuk itu maka peneliti haruslah mengandalkan teknik-teknik kualitatif, seperti wawancara, observasi, pengukuran, dokumen, rekaman, dan indikasi non-verbal. Dalam rekaman data terbagi pada dua dimensi, yaitu fidelitas dan struktur. Fidelitas mengacu pada kemampuan peneliti untuk menunjukkan bukti secara nyata dari lapangan(fidelitas tinggi, misalnya rekaman video atau audio, sedangkan fidelitas kurang, misalnya catatan lapangan). Sedangkan dimensi struktur meliputi terstrukturnya wawancara dan observasi.
Perencanaan prosedur analisis
Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis untuk mengembangkan hipotesis dan teori berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal yang penting dan penentuanapa yang dilaporkan. Karena banyaknya model analisis yang diajukan oleh para pakar, maka peneliti hendaknya memilih salah satu modfel yang dianjurkan oleh para pakar tersebut.
Perencanaan logistik.
Perencanaan perlengkapan (logistik) dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: (a)mempertimbangkan kebutuhan logistic awal secara keseluruhan sebelum pelaksanaan proyek; (b)logistik untuk kunjungan lapangan sebelum, berada di lapangan; (c) logistik untuk sewaktu di lapangan; (d) logistik untuk kegiatan-kegiatan setelah kunjungan lapangan; dan (e) perencanaan logistik untuk mengakhiri dan menutup kegiatan.
Rencana untuk pemeriksaan keabsahan data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi empat teknik. Pertama, kredibilitas (credibility)yaitu criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Untuk hasil penelitian yang kredibel, terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu: perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement), pengamatan terus-menerus (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negative (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota(member checking).
Kedua, transferabilitas (transferability). Kriteria ini digunakan untuk memenuhi criteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama.
Ketiga, dependabilitas (dependability). Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data, dan pengintepretasiannya. Teknik terbaik yang digunakan adalah dependability audit dengan meminta dependent dan independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti.
Keempat, konfirmabilita (confirmability). Merupakan kriteria untuk menilai mutu tidaknya hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.

Pengunaan Metode Kualitatif dalam Ekonomi
Kalau diperhatikan karya-karya klasik dalam bidang ekonomi, misalnya buku karangan Adam Smith , Wealth of Nations (1976) yang ditulis tahun 1776, maka sebagian besar narasinya berisi analisis secara kualitatif. Demikian pula, buku klasik lainnya, karya Karl Marx, Das Kapital, berisi uraian secara mendalam penggunaan berbagai disiplin ilmu untuk menggambarkan keadaan masyarakat pada waktu itu.
Penggunaan alat analisis kuantitatif begitu demikian menonjol setelah munculnya aliran Neo-Klasik, yang dalam analisisnya menekankan sudut optimasi dalam kegiatan ekonomi. Walaupun dominasi penggunaan alat dan metode penelitian kuantitatif begitu menonjol, bukan berarti dalam karya ilmiah ilmu ekonomi semuanya memakai itu. Misalnya, aliran ekonomi kelembagaan awal dalam analisis ekonomi menggunakan pendekatan tidak murni, akan tetapi dibantu disiplin ilmu lainnya. Myrdal (1954) dalam karya awalnya menulis betapa pentingnya elemen politik dalam pengembangan teori ekonomi. Karya monumental Myrdal lainnya (1972) yang mengantarkannya memperoleh hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1974 menerangkan kegagalan pembangunan di Asia karena terlalu mengadopsi model ekonomi Neo-Klasik dan kurang memperhatikan factor-faktor non ekonomi, seperti keadaaan politik, social, budaya dan hukum. Demikian pula, Weber (dalam Taufik Abdullah, editor, 1979) kuranglah dikenal oleh mahasiswa ekonomi, meskipun hasil karyanya cukup terkenal. Menurutnya, kemajuan di dunia Barat dengan kapitalismenya, disebabkan karena factor agama yang dianut oleh pengikutnya, khususnya agama Protestan dengan aliran Calvinisme.
Celakanya, meskipun Myrdal memperoleh hadiah Nobel Ekonomi akan tetapi dalam banyak buku sejarah pemikiran ekonomi tidaklah diperbincangkan, karena beliau lebih dijuluki sebagai seorang sosiolog.


Penutup
Metode penelitian kualitatif sebagai salah satu pilihan selain metode penelitian kuantitatif yang sudah biasa dipakai. Pendalaman terhadap metode penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan bidang kajian yang digemari

Bahan Bacaan

Agus Salim 2006.Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Terj, Nuktaf Arfawie Kurde, Imam Safe’I dan Noorhaidi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Imron Arifin. 1996. Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Editor. Malang: Kalimasahada
Lili Rasjidi. 1991. Manajemen Riset Antardisiplin, editor. Bandung: Rosda
Lincoln, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California: Sage
Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya
Symon, Gillian & Catherine Cassell.1998. Qualitative Methods and Analysis in Organizational Research. A Practical Guide. New Delhi: Sage

POLICY RESEARCH


Skema Alur Penelitan Pengembangan (Research & Development)

1.Studi Pendahuluan
a. Analisis Kebutuhan: Untuk melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria, yaitu 1) Apakah produk yang akan dikembangkan merupakan hal yang penting bagi pendidikan? 2) Apakah produknya mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan? 3) Apakah SDM yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang akan mengembangkan produk tersebut ada? 4) Apakah waktu untuk mengembangkan produk tersebut cukup?
b. Studi Literatur: Studi literatur dilakukan untuk pengenalan sementara terhadap produk yang akan dikembangkan. Studi literatur ini dikerjakan untuk mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan pengembangan produk yang direncanakan.
c. Riset Skala Kecil: Pengembang sering mempunyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan mengacu pada reseach belajar atau teks professional. Oleh karenanya pengembang perlu melakukan riset skala kecil untuk mengetahui beberapa hal tentang produk yang akan dikembangkan.
2. Merencanakan Penelitian: yaitu merencanakan penelitian. Perencaaan penelitian R & D meliputi: 1) merumuskan tujuan penelitian; 2) memperkirakan dana, tenaga dan waktu; 3) merumuskan kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasinya dalam penelitian.
3. Pengembangan Desain: langkah ini meliputi: 1) Menentukan desain produk yang akan dikembangkan (desain hipotetik); 2) menentukan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan selama proses penelitian dan pengembangan; 3) menentukan tahap-tahap pelaksanaan uji desain di lapangan; 4) menentukan deskripsi tugas pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian.
4. Uji Ahli Tahap I ( Ahli Konten /Subject Matter )
5. Revisi I
Revisi I adalah revisi berdasarkan pendapat dan masukan para ahli
6. Preliminary Field Test: langkah ini merupakan uji produk secara terbatas.
Langkah ini meliputi: 1) melakukan uji lapangan awal terhadap desain produk; 2) bersifat terbatas, baik substansi desain maupun pihak-pihak yang terlibat; 3) uji lapangan awal dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun metodologi.
7. Revisi II
Revisi II adalah revisi berdasarkan pendapat, kesulitan, dan keinginan dari para pengguna
8. Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas: langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji lapangan terbatas.
9. Uji Ahli Tahap II( Ahli Konten /Subject Matter )
10. Revisi III
Revisi III adalah revisi berdasarkan pendapat dan masukan para ahli
11. Main Field Test: langkah merupakan uji produk secara lebih luas. Langkah ini meliputi 1) melakukan uji efektivitas desain produk; 2) uji efektivitas desain, pada umumnya, menggunakan teknik eksperimen model penggulangan; 3) Hasil uji lapangan adalah diperoleh desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi.
12. Revisi Hasi Uji Lapangan Lebih Luas: langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih luas dari uji lapangan yang pertama.
13. Uji Kelayakan: Langkah ini meliputi sebaiknya dilakukan dengan skala besar: 1) melakukan uji efektivitas dan adaptabilitas desain produk; 2) uji efektivitas dan adabtabilitas desain melibatkan para calon pemakai produk; 3) hasil uji lapangan adalah diperoleh model desain yang siap diterapkan, baik dari sisi substansi maupun metodologi.
14. Revisi Final Hasil Uji Kelayakan: Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang sedang dikembangkan.
15. Desiminasi dan Implementasi Produk Akhir: Laporan hasil dari R & D .

Pertimbangan Pemilihan Topik Penelitian

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian sebelum memutuskan apakah topik yang akan dipilih diteliti atau tidak antara lain :
Pertama, mengenai keterbatasan waktu. Peneliti harus melihat apakah waktu yang ada cukup untuk meneliti suatu masalah. Waktu juga berpengaruh terhadap jenis penelitian yang akan dilakukan (jenis-jenis penelitian akan dijelaskan lebih lanjut). Jika untuk melakukan penelitian eskperimen mengenai metode simulasi proficiency check controller pengukuran profesionalisme ATC . Penelitian seperti ini tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang singkat, mengingat metode simulasi proficiency check controller yang dilakukan tidak mungkin hanya dilakukan pada satu sesi kemudian profesionalismenya diukur. Paling tidak, agar efektif metode simulasi proficiency check controller dilakukan beberapa kali, dan prestasi ATC dapat dilihat pada kurun waktu tertentu (waktu ini pun kemudian harus didefinisikan kembali). Jika waktu yang tersedia memang terbatas, ada baiknya peneliti merubah topik atau merubah metode penelitian yang akan dilakukan.
Kedua, tingkat kesulitan. Peneliti perlu memperhatikan apakah topik yang akan dipilih apakah mudah atau sulit untuk dilakukan. Jika akan meneliti suatu topic yang membutuhkan kuesioner, maka apakah peneliti dapat memberikan kuesioner untuk dijawab ? dapatkah hal tersebut diukur secara tertentu dan terukur? apakah ada factor-faktor yang kurang mendukung ? dan berbagai kendala lainnya. Untuk meminimalisir hal-hal semacam ini, yang perlu dilakukan akan melakukan penelitian awal. Jika memang topik penelitian sulit dilakukan, maka sebaiknya peneliti mengganti dengan topik lain. Kesulitan lain juga datang dari diri sendiri, yaitu penguasaan materi. Untuk meneliti sebuah masalah, peneliti harus menguasai konsep dasar teorinya, sehingga peneliti tau benar apa yang sebenarnya dilakukannya.
Ketiga, ketersediaan subjek. Perlu dipertimbagkan apakah subjek penelitian dapat dengan mudah diperoleh. Apakah subjeknya mudah didapatkan ? jika meneliti pada beberapa organisasi/ instansi/perusahaan sekaligus, maka apakah ijin penelitian mudah didapatkan ? dan apakah subyek yang akan diteliti mau dijadikan subjek penelitian ? Jika subjek yang akan diteliti mudah untuk didapatkan maka topik penelitian dapat dilanjutkan.
Keempat, pengukuran dan ketersediaan peralatan sebagai alat bantu pengukuran (tools). Lalu siapa yang mengukur ? apakah subjek sendiri atau orang lain ?.
Dan terakhir adalah etika. Etika penelitian merupakan sekumpulan aturan mengenai apa saja yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian. Tidak membahayakan dan berpengaruh negatif terhadap subjek penelitian adalah salah satu etika penelitian yang harus dijaga. Data penelitian dikumpulkan dari angket, maka sedapat mungkin peneliti harus merahasiakan profil responden karena memuat pendapatnya.

MASALAH PENELITIAN, Sekali Lagi

Setelah peneliti menentukan bidang penelitian (problem area) yang diminatinya, kegiatan berikutnya adalah menemukan permasalahan (problem finding atau problem generation). Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: “Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian”. Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge (dalam : Buckley dkk., 1976, 14) dengan pernyataan: “Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati”. Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu pernyataan (problem statement). Dengan demikian, pembahasan isi bab ini akan dibagi menjadi dua bagian: (1) penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.

Penemuan Permasalahan
Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi berbentuk buku bukanlah informasi yang terbaru karena penerbitan buku merupakan proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari ini—ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu. Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam majalah ilmiah; sehingga suatu (usulan) penelitian sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang artikel-artikel (terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang diteliti. Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Sutrisno Hadi (1986, 3) mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya; dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”; tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding cara informal.
Bukley dkk., (1976:16-27) menjelaskan cara-cara penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan perumusan permasalahan.

Cara-cara Formal Penemuan Permasalahan
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3) Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4) Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5) Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6) Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7) Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
8) Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.

Cara-cara Informal Penemuan Permasalahan
Cara-cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1) Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2) Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3) Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
4) Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.

Pengecekan Hasil Penemuan Permasalahan
Permasalahan yang telah ditemukan selalu perlu dicek apakah permasalahan tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable). Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup, dan (iii) kedalaman. Pengecekan faedah ditelitinya suatu permasalahan dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penerapan pada praktek (pembangunan). Ditanyakan: apakah penelitian atas permasalahan tersebut akan berfaedah untuk ilmu pengetahuan, misal dapat merevisi, memperluas, memperdalam pengetahuan yang ada, atau menciptakan pengetahuan baru. Dicek pula: apakah penelitian tersebut mempunyai aplikasi teoritikal dan atau praktikkal. Suatu penelitian agar dapat diterima oleh pemberi dana atau pemberi “nilai’ perlu mempunyai faedah yang jelas (penjelasan faedah diharapkan bukan hanya bersifat “klise”).
Peneliti yang belum berpengalaman sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk “menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal” akan memerlukan waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua kemungkinan cara pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul. Dengan pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara pemancar teve terhadap kualitas siaran” merupakan penelitian karena memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu:
1) yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik;
2) yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi;
3) pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.

Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang” tersebut. Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan bahwa pernyataan permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang dihasilkan.

Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan. Castette dan Heisler (1984, 11) menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(1) bentuk satu pertanyaan (question);
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(1) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.

Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian tidak menempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan. Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan permasalahan:
(1) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a) Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan diplin kerja ATC?” “Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi disiplin kerja ATC?”
b) Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan disiplin kerja ATC.” “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing faktor pada persepsi terhadap disiplin kerja ATC.
(2) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja seorang ATC dan seberapa pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
a. Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil kerja seorang ATC secara umum di Singapore terjadi pula di Indonesia?
b. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil kerja ATC di Indonesia?

Karakteristik Rincian Permasalahan
Karakteristik tiap rincian permasalahan atau sub-problema (menurut Leedy, 1997:56-57) sebagai berikut:
1) Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan satuan yang dapat diteliti (a researchable unit ).
2) Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
3) Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4) Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu semua rincian permasalahan diteliti)
5) Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.

Keterkaitan antara Rumusan Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.

PENELITIAN, Konsep Dasar

Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung taruna/mahasiswa yang harus mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian. Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990: 4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan konsep yang salah. Untuk mem-perjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi).

Pengertian yang salah tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang “salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai berikut:
(1) Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
(2) Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
(3) Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
(4) Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian.

Lebih lanjut kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.
1. Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas 4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah, ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi, bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari informasi dari pustaka (reference skills).

2. Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
Seorang mahasiswa telah menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian. Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya: “Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.

3. Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan mencocokknnya (matching) dengan kriteria , dan itu bukan penelitian.

4. Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian (“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus (litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan na-manya diganti agar konsumen tidak bosan).

Pengertian yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy (1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam karakteristik:
1) Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.
2) Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.
3) Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.
4) Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat dikelola.
5) Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik.
6) Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
7) Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.
8) Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus.

seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Macam Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1) eksplorasi (exploration)
2) deskripsi (description)
3) prediksi (prediction)
4) eksplanasi (explanation) dan
5) aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.

1. Eksplorasi
Seperti disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan. Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling (representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi.

2. Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.

3. Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya).

4. Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.

5. Aksi
Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.

Hubungan Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge. Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain. Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu penge-tahuan.

Masalah Dalam Penelitian


Bagi sebagian besar peneliti, upaya penetapan masalah penelitian bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Beberapa peneliti, berdasarkan pengalaman mereka, menghabiskan beberapa hari atau bahkan minggu atau bulan untuk memikirkan masalah yang akan ditelitinya. Mengapa masalah penelitian tidak mudah ditemukan?. Pertama, karena masalah yang dipilih oleh peneliti seyogianya mampu memotivasi peneliti untuk bekerja keras dan penuh semangat. Kedua, masalah yang akan diteliti tidak hanya menarik bagi dirinya sendiri, melainkan juga bisa memperoleh penghargaan dari pihak lain. Ketiga, informasi atau data yang berkaitkan dengan masalah tersebut bisa harus diperoleh. Keempat, peneliti harus yakin bahwa dia mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah yang dipilihnya.
Masalah, dalam bahasa sehari-hari dan juga dalam konteks penelitian dapat diartikan banyak. Pertama, kita mengatakan sesuatu hal adalah masalah jika hal tadi bersifat negatif. Sakit, lapar, rugi, kualitas buruk, kinerja tidak sesuai harapan, target tidak tercapai, dan lain sebagainya. Jadi jika seseorang ditanya “Ada masalah?”, dan jawabnya “tidak”, maka dia merasa tidak ada hal yang dianggapnya negatif. Kedua, masalah tidak selalu harus berarti yang “something wrong”, yang perlu segera ditanggulangi. Masalah dalam penelitian dapat saja “sekedar” berupa hal yang menarik untuk diteliti bukan karena “keburukannya”, tetapi justru karena “kebaikannya”, “kehebatannya”, atau “keunikannya”. Misalnya saja, ada sebuah organisasi yang menerapkan suatu sistem kerja baru yang berhasil meningkatkan kinerja organisasi tersebut, oleh karena itu sistem kerja baru tersebut menarik untuk diteliti, dan hal tersebut dapat dijadikan sebagai masalah penelitian. Ketiga, masalah juga kadang diartikan sebagai topik atau isu suatu diskusi atau pembicaraan. Misalnya, tidak jarang kita mendengar orang berkata : “Masalah yang akan dibicarakan minggu depan adalah teknik memasak ikan”. Keempat, masalah juga banyak dimaknakan sebagai suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Jika seharusnya (harapan) pegawai masuk pukul 07.00 wib., namun kenyataannya sebagian besar mereka masuk pukul 08.00, maka di dalamnya ada masalah.
Namun apa pun pengertian tentang masalah dalam penelitian, pada akhirnya pengertian tentang hal itu bermuara pada konsensus bahwa “apa pun yang ingin diketahui” oleh peneliti, itulah masalah penelitian. Peneliti perlu pula mampu membedakan antara simptom (symptom) dengan masalah. Misalnya, seorang manajer telah berupaya meningkatkan produktivitas dengan cara memperbesar upah perpotong produk yang dihasilkan, namun upaya tersebut kurang berhasil. Apa yang terjadi tersebut walau sudah menunjukan adanya masalah, namun bukan merupakan masalah yang sesungguhnya, melainkan merupakan “symptom” (tanda-tanda sesuatu sedang dalam kondisi buruk). Masalah yang seharusnya diteliti adalah faktor-faktor yang memang dianggap sebagai penyebab munculnya simptom tadi. Misalnya saja motivasi kerja, ketrampilan kerja, atau hal lainnya.

Sumber masalah
Kadang kita bertanya pada diri kita sendiri :” Di mana saya bisa menemukan masalah yang sekiranya pantas untuk diteliti?” Ada beberapa tempat yang dapat dijadikan sebagai sumber masalah. Pertama adalah dari teori. Seperti yang dikemukakan oleh Kerlinger (1973) : “Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan satu sama lain, yang mampu mewakili pandangan yang sistematik tentang suatu gejala (phenomena) dengan cara menspesifikasikan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”
Banyak teori yang relevan dalam bidang administrasi atau manajemen, misalnya teori motivasi dan kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, struktur organisasi, budaya organisasi, dan teori-teori lainnya. Dari dalamnya dapat ditarik satu topik yang bisa dijadikan sebagai masalah penelitian. Teori adalah teori, bukan wadah dari kumpulan fakta. Artinya dalam teori terdapat generalisasi dan prinsip-prinsip yang dihipotesiskan yang perlu dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ilmiah. Benarkah motivasi berkorelasi positif dengan kinerja?, benarkah perilaku yang diinginkan dapat muncul melalui penerapan “reward and punishment”?, benarkah gaya kepemimpinan partisipatif lebih efektif dibandingkan dengan gaya otoriter?.
Sumber lain yang juga bermanfaat adalah berasal dari pengalaman pribadi peneliti. Misalnya, seorang mahasiswa seringkali mengalami hambatan ketika harus berurusan dengan pegawai-pegawai dari sebuah instansi. Jarang sekali urusan yang diselesaikan oleh instansi tersebut tepat waktu. Kejadian tersebut (simptom) dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk menetapkan masalah penelitiannya. Jadi pengalaman-pengalaman praktis dapat juga merupakan sumber masalah penelitian.
Sumber masalah lainnya adalah literatur atau bahan-bahan bacaan ilmiah atau pun populer. Jurnal-jurnal, majalah, koran, atau bahkan laporan-laporan penelitian. Melalui informasi-informasi yang ditulis di media-media tertsebut, peneliti bisa menemukan sesuatu hal yang mungkin menarik untuk ditelitinya.
Peneliti juga dapat menemukan masalah melalui interaksi dengan orang lain. Berbicang-bincang dengan pimpinan suatu organisasi, dengan pegawainya, dengan pengguna jasa organisasi tersebut. Penelitian tentang kepuasan pegawai, kepuasan pelanggan, dan komitmen organisasional, biasanya diawali dengan obrolan-obrolan santai, tanpa disengaja.

Mendefinisikan masalah.
Definisi masalah atau pernyataan masalah (problem statement) pada dasarnya merupakan pernyataan yang mampu menggambarkan sesuatu yang ingin diketahui oleh peneliti, dan melalui penelitiannya dia akan memperoleh jawabannya. Karena merupakan suatu keingin-tahuan, maka umumnya definisi masalah penelitian berbentuk kalimat tanya.

GARIS-BARIS BESAR POKOK PEDOMAN PENULISAN TUGAS AKHIR SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA

1. PENGERTIAN TUGAS AKHIR :
Tugas akhir dapat diartikan sebagai karya tulis yang disusun oleh seorang taruna/mahasiswa yang telah menyelesaikan kurang lebih sks mata kuliah praktek dan teori dengan dibimbing oleh Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing II sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Pendidiksannya.

2. TUJUAN TUGAS AKHIR
Tujuan dalam Penulisan Tugas akhir adalah memberikan pemahaman terhadap taruna/mahasiswa agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan serta dapat menuangkannya secara sistematis dan terstruktur.

3. ISI DAN MATERI
Isi dari Penulisan Tugas akhir diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :
1. Relevan dengan jurusan dari taruna/mahasiswa yang bersangkutan.
2. Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.
3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin.

4. BENTUK LAPORAN PENULISAN TUGAS AKHIR.

Bentuk laporan penulisan Tugas akhir terdiri dari:

A. Bagian Awal.
Bagian Awal ini terdiri dari:
1. Halaman Judul
2. Lembar Pernyataan
3. Lembar Pengesahan
4. Abstraksi
5. Halaman Kata Pengantar
6. Halaman Daftar Isi
7. Halaman Daftar Tabel
8. Halaman Daftar Gambar: Grafik, Diagram, Bagan, Peta dan sebagainya

B. Bagian Tengah.
Bagian tengah ini terdiri dari:
1. Bab Pendahuluan
2. Bab Landasan Teori
3. Bab Metode Penelitian.
4. Bab Analisis Data dan Pembahasan
5. Bab Kesimpulan dan Saran

C. Bagian Akhir.

Bagian akhir terdiri dari:
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran

Penjelasan secara terinci dari Struktur Penulisan Tugas akhir dapat dilihat sebagai berikut :

A. Bagian Awal.
Pada bagian ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir yakni sebagai berikut :

1. Halaman Judul
Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Tugas akhir standar Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia.

2. Lembar Pernyataan
Yakni merupakan halaman yang berisi pernyataan bahwa penulisan tugas akhir ini merupakan hasil karya sendiri bukan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap hasil karya orang lain.

3. Lembar Pengesahan
Pada Lembar Pengesahan ini berisi Daftar Komisi Pembimbing, Daftar Nama Panitia Ujian yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota

4. Abstraksi
Yakni berisi ringkasan tentang hasil dan pembahasan secara garis besar dari Penulisan Tugas akhir dengan maximal 1 halaman.

5. Kata Pengantar
Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan Tugas akhir (a.l. Ketua STPI, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan, dll ).

6. Halaman Daftar Isi
Berisi semua informasi secara garis besar dan disusun berdasarkan urut nomor halaman.

7. Halaman Daftar Tabel
8. Halaman Daftar Gambar, Daftar Grafik, Daftar Diagram

B. Bagian Tengah

1. Pendahuluan
Pada Bab Pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub pokok bab yang meliputi antara lain :

a. Latar Belakang Masalah
Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang bersangkutan.

b. Rumusan Masalah
Berisi masalah apa yang terjadi dan sekaligus merumuskan masalah dalam penelitian yang bersangkutan.

c. Batasan Masalah
Memberikan batasan yang jelas pada bagian mana dari persoalan atau masalah yang dikaji dan bagian mana yang tidak.

d. Tujuan Penelitian
Menggambarkan hasil-hasil apa yang bisa dicapai dan diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.

e. Metode Penelitian

Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisa data.
Jenis-Jenis Metode Penelitian :
a. Studi Pustaka : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.
b. Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.
c. Gabungan : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.

f. Sistematika Penulisan
Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Tugas akhir

2. Landasan Teori
Menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.

3. Metode Penelitian
Menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.

4. Analisis Data dan Pembahasan
Membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.

5. Kesimpulan (dan Saran)
Bab ini bisa terdiri dari Kesimpulan saja atau ditambahkan Saran.
- Kesimpulan
Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.
- Saran
Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian.

B. BAGIAN AKHIR

- Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan
.
- Lampiran
Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, gambar, perhitungan-perhi tungan, grafik atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.


5. TEKNIK PENULISAN

1. Penomoran Bab serta subbab
- Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.
- Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab dimana bagian ini terdapat.
II ………. (Judul Bab)
A ………………..(Judul Subbab)
1 ………………..(Judul Subbab)
a ………………(Judul Sub-Subbab)
- Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.
- Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.

2. Penomoran Halaman
- Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.
- Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.
- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.


3. Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel
- Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah atas tengah dari tabel.
- Penomoran berurutan bedasarkan urutan gambar/grafik atau table.

4. Penulisan Daftar Pustaka

- Ditulis berdasarkan urutan penunjukan referensi pada bagian pokok tulisan ilmiah.
- Ditulis menurut kutipan-kutipan
- Menggunakan nomor urut, jika tidak dituliskan secara alfabetik
- Nama pengarang asing ditulis dengan format : nama keluarga, nama depan.
Nama pengarang Indonesia ditulis normal, yaitu : nama depan + nama keluarga
- Gelar tidak perlu disebutkan.
- Setiap pustaka diketik dengan jarak satu spasi (rata kiri), tapi antara satu pustaka dengan pustaka lainnya diberi jarak dua spasi.
- Bila terdapat lebih dari tiga pengarang, cukup ditulis pengarang pertama saja dengan tambahan ‘et al’.
- Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :
Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit, Tahun Penerbitan.
- Tahun terbit disarankan minimal tahun 2000

6. Penulisan Daftar Pustaka

Satu Pengarang

1. Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

2. Friedman. 1990. M. Capitalism and Freedom. Chicago : University of Chicago Press.

Dua Pengarang

1. Cohen, Moris R., and Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific Method. New york: Harcourt

2. Nasoetion, A. H., dan Barizi. 1990. Metode Statistika. Jakarta: PT. Gramedia

Tiga Pengarang

1. Heidjrahman R., Sukanto R., dan Irawan. 1980. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

2. Nelson, R.., P. Schultz, and R. Slighton. 1971. Structural change in a Developing Economy. Princeton: Princeton University Press.

Lebih dari Tiga Pengarang
1. Barlow, R. et al. 1966. Economics Behavior of the Affluent. Washington D.C.: The Brooking Institution.
2. Sukanto R. et al. 1982. Business Frocasting. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.
Pengarang Sama
1. Djarwanto Ps. 1982. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.
2. ____________. 1982. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Tanpa Pengarang
1. Author’s Guide. 1975. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall.
2. Interview Manual. 1969. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research, Universiy of Michigan.

Buku Terjemahan, Saduran atau Suntingan.
1. Herman Wibowo (Penterjemah). 1993. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Erlangga.
2. Karyadi dan Sri Suwarni (Penyadur). 1978. Marketing Management. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Buku Jurnal atau Buletin
1. Insukindro dan Aliman, 1999. “Pemilihan dan Bentuk Fungsi Empirik : Studi Kasus Permintaan Uang Kartal Riil di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 4:49-61.
2. Granger, C.W.J., 1986. “Developments in the Study of Co-integrated Economic Variables”, Oxford Bulletin of Economics and Statistics, Vol.48 : 215-226.


5. Format Pengetikan

- Menggunakan kertas ukuran A4.
- Margin Atas : 4 cm Bawah : 3 cm
Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm
- Jarak spasi : 1,5 (khusus ABSTRAKSI hanya 1 spasi)
- Jenis huruf (Font) : arial.
- Ukuran / variasi huruf : Judul Bab 12 / Tebal + Huruf Besar
Isi 12 / Normal
Subbab 12 / Tebal

6. Hasil Penulisan Tugas akhir

- Dijilid berbentuk buku.

- Dipresentasikan dan dianjurkan menggunakan Power Point pada saat pelaksanaan Sidang Tugas Akhir di hadapan para penguji Sidang.
- Diketik dengan menggunakan Program Software Pengolah Kata, misal : Ms Word
- Dicetak dengan printer (dianjurkan dengan LASER PRINTER)

6. LAMPIRAN.

Lampiran ini berisi data, gambar, tabel atau analisis dan lain-lain yang karena terlalu banyak, sehingga tidak mungkin untuk dimasukkan kedalam bab-bab sebelumnya.

7. KUTIPAN

Dalam penulisan hasil penelitian ilmiah biasanya dimasukkan kutipan-kutipan. Ada beberapa macam kutipan sebagai berikut:

a. Kutipan langsung (Direct Quatation) yang terdiri dari kutipan langsung pendek dan kutipan langsung panjang. Kutipan langsung pendek adalah kutipan yang harus persis sama dengan sumber aslinya dan ini biasanya untuk mengutip rumus, peraturan, puisi, difinisi, pernyataan ilmiah dan lain-lain. Kutipan langsung pendek ini adalah kutipan yang panjangnya tidak melebihi tiga baris ketikan. Kutipan ini cukup dimasukkan kedalam teks dengan memberi tanda petik diantara kutipan tersebut. Sedangkan kutipan panjang langsung adalah kutipan yang panjangnya melebihi tiga baris ketikan dan kutipan harus diberi tempat tersendiri dalam alinea baru.

b. Kutipan tidak langsung (Indirect Quatation) merupakan kutipan yang tidak persis sama dengan sumber aslinya. Kutipan ini merupakan ringkasan atau pokok-pokok yang disusun menurut jalan pikiran pengutip. Baik kutipan tidak langsung pendek maupun panjang harus dimasukkan kedalam kalimat atau alinea. Dalam kutipan tidak langsung pengutip tidak boleh memasukkan pendapatnya sendiri.

Catatan kaki atau footnone adalah catatan tentang sumber karangan dan setiap mengutip suatu karangan harus dicantumkan sumbernya. Kewajiban mencantumkan sumber ini untuk menyatakan penghargaan kepada pengarang lain yang menyatakan bahwa penulis meminjam pendapat atau buah pikiran orang lain. Unsur-unsur dalam catatan kaki meliputi: nama pengarang, judul karangan, data penerbitan dan nomor halaman.

Ada dua cara dalam menempatkan sumber kutipan sebagai berikut:

a. Cara ringkas yaitu menempatkan sumber kutipan dibelakangbahan yang dikutip yang ditulis dalam tanda kurung dengan menyebutkan “Nama pengarang, Tahun penerbitan dan Halaman yang dikutip”.

b. Cara langsung yaitu menempatkan sumber kutipan langsung dibawah pernyataan yang dikutip yang dipisahkan dengan garis lurus sepanjang garis teks. Jarak antara garis pemisah dengan teks satu spasi, jarak antara garis pemisah dengan sumber kutipan dua spasi, dan jarak baris dari kutipan harus satu spasi.